Iman dan Logika

Berbicara tentang Iman dan Tauhid adalah ilmu yang tidak lagi melihat sebab akibat ataupun pengaitan dengan logika berpikir. Berbicara Iman dan Tauhid merupakan ilmu tentang menjalankan perintah Allah. Bukan berarti tidak boleh menggunakan logika, akan tetapi logika hanya digunakan sebagai sarana. Ketika suatu keputusan Allah dengan hasil yang kita inginkan tidak lagi sesuai, maka yang perlu kita tanamkan dalam iman adalah ini merupakan perintah Allah.

Misalnya, tidak jarang kita mendengar pepatah rajin (belajar) pangkal pandai. Tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa kalau mau kaya ya kerja, mau sembuh dari sakit ya berobat, mau sehat ya olahraga, kalau punya hajat ya berdoa supaya dikabulkan, kalau seret rezekinya ya sedekah, dan sebagainya.

Ketika kita meyakini ini semua dan mendarah daging dalam logika kita, kemudian kenyataannya tidak sesuai atau berkebalikan hasilnya, tidak sedikit dari kita yang akhirnya kecewa.

Berbeda halnya ketika kita meyakini ini semua sebagai perintah Allah (belajar, kerja, berobat, berdoa, sedekah, dan sebagainya) maka kita insya Allah sedikitpun tidak akan kecewa.

Lalu apa landasannya kita harus meyakini ini semua adalah perintah Allah?

Di dalam Qur’an Surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah telah berfirman: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku”

Dari sini saja semestinya sudah bisa menjadi satu keyakinan bagi kita bahwa kita hidup di dunia ini tidak lain adalah hanya untuk beribadah (menjadi ‘Abdillah).

Lalu ketika ada yang bertanya atau berpendapat, “jadi percuma dong berdoa kalau ternyata tidak dikabulkan”, “percuma dong belajar kalau ga akan pintar”, dan lain sebagainya.

Baik. Mari sekarang kita kaitkan QS Adz Dzariyat 56 dengan QS. At Thalaq 2-3. Di dalam QS Ath Thalaq ayat 2-3 Allah berfirman bahwa “… Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka akan Allah jadikan baginya jalan keluar. Dan Allah karuniakan rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka… ”

Dari sini dapat dimaknai bahwa perintah beribadah kepada Allah merupakan jalan taqwa (jalan menuju ketaqwaan) yang mesti kita lalui. Pemahaman setiap orang akan ibadah dan jalan taqwa berbeda-beda, sehingga ujian jalan taqwanya pun berbeda-beda.

Namun yang perlu disamakan dan dipatri dalam iman adalah keyakinan akan perintah ibadah dan jalan taqwa. Dengan demikian tidak akan lagi ada keraguan maupun kekecewaan terhadap segala keputusan Allah.

Sebab kita sudah meyakini bahwa belajar, berdoa, berobat, sedekah, olahraga, dan lain sebagainya adalah perintah Allah. Dan kita tidak berhak sedikitpun mengatur atau mendikte Allah dengan alasan logikanya tidak sesuai, harusnya begini dan begitu. Kita akan yakin bahwa ini adalah keputusan Allah yang tentunya ada hikmah dari setiap taqdir-Nya, baik taqdir itu buruk ataupun baik menurut logika kita, sebab menurut hukum Allah itu adalah yang terbaik bagi ummatnya.

Wallahu a’lam

Amanah itu Bukan Karena Engkau Mampu

[Forwarded from Teh Jihan DT]
“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.” (QS 23:8)

Panggung Orang Beriman

Sejatinya amanah itu
Bukan karena engkau mampu
Bukan pula karena mereka merasa engkau mampu
Bukan karena engkau tahu kapasitasmu
Bukan pula karena mereka tahu kapasitasmu
Dan jangan sampai pula karena kemauanmu

Amanah itu kehendak Alloh, rencana Alloh atas kehidupanmu
Bahkan sekiranya semua orang di sekitarmu berhimpun untuk menjauhkanmu dari amanah itu, jika Alloh tahu itu yang terbaik bagimu, maka Ia berikan amanah itu kepadamu

Bahkan sekiranya semua orang di sekitarmu bersepakat menyatakan bahwa engkau tak mampu, jika Alloh tahu amanah itu jalan terbaik untuk meningkatkan kapasitas dirimu, maka Ia berikan amanah itu kepadamu

Bahkan sekiranya seluruh aibmu seketika memenuhi fikiranmu dan membuatmu berhenti melangkah karena ragu.

Jika Alloh tahu amanah itu akan membuatmu semakin baik dan semakin dekat dengan-Nya, maka amanah itu akan Ia berikan kepadamu

Percayalah, ada Rencana Terbaik yang sudah Alloh persiapkan
Sikapilah dengan ikhtiar terbaik yang engkau lakukan
Serta pertanggungjawaban terbaik yang bisa engkau persiapkan

Sekali lagi, ini bukan tentang engkau dan mereka, ini tentang engkau dan Dia

Dan melangkahlah dengan percaya, bahwa bersama-Nya semua akan baik-baik saja
Bismillaah…

“Nahnu Qaumun ‘Amaliyyun”

Mengenal Wali-Wali Allah

kaligrafi-shalatBismillahirrahmanirrahim

Pada tulisan kali ini, penulis akan membagikan sedikit mengenai Wali Allah. Sebagaimana kita ketahui bahwa wali-wali Allah adalah orang-orang yang memiliki iman dan ketaqwaan yang tinggi. Para wali merupakan insan pilihan Allah yang diberikan amanah sebagai utusan Allah untuk mengembalikan akhlak manusia sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad saw.

Perubahan dan perkembangan zaman menjadikan akhlak dan moral manusia mengalami pasang surut, terutama bagi mereka yang menjadi semakin jauh dari Islam, atau bahkan mungkin tidak mengenal Islam sama sekali. Oleh karena itulah, pada masa surutnya akhlak dan moral manusia, Allah akan hadirkan dan utus insan-insan pilihan-Nya yang memiliki derajat wali Allah. Wali-wali Allah merupakan penerus perjuangan Rasulullah saw. Wali-wali Allah inilah yang ditugaskan untuk mengembalikan akhlak dan moral manusia ke tingkat tertinggi hingga terpatri dalam jiwa manusia. Continue reading

Jahiliah dan Ibadah

Kita sering mendengar orang menyebut jahiliah. Zaman jahiliah sebelumnya dikaitkan dengan umat, bangsa, masyarakat yang dilahirkan sebelum nabi Muhammmad SAW diutus menjadi rasul.  Yang perlu kita pahami adalah, apakah dengan demikian berati orang-orang yang hidup pada masa itu orangorang yang bodoh belaka.  Kalau pendapat ini kita terima, maka bukan saja para ahli sejarah yang menertawakan, tetapi Al quran juga menentang kita tentang bagaimana keadaan pada zaman tersebut.

Kalau begitu, apakah yang dimaksud dengan zaman jahiliah.  Hal ini patut kita pertanyakan, sebab kalau disebut mereka bodoh karena zaman itu belum ada kemajuan, baik itu terknologi, kebudayaan, peradaban maka hal itu jelas salah.  Buktinya :
Saat itu sudah ada kerajaan besar, yakni kerajaan romawi dan persia.  Sisa kerajaannya masih dapat kita saksikan hingga saat ini.
Dari sudut teknologi, saat itu orang telah mampu membangunkan piramida, yang hingga kini belum ada yang mampu menirunya. Bangsa cina juga pada saat itu juga telah maju, sampai Rasulullah SAW bersabda,  tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina.
Bangsa arab juga pada waktu itu telah memiliki kemajuan dalam bidang peradaban, dengan adanya sebuah mahkamah atau pengadilan yang bernama   Darun Nadwah .  Juga mereka telah sering mengadakan pemilihan ratu kecantikan.  Salah seorang pemenangnya adalah Ummu Jamil yang kemudian yang kemudian menjadi istri Abu Lahab.  Meraka adalah pasangan abadi, baik di dunia maupun di neraka, karena begitu kuatnya menentang islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Ada pula yang berpendapat, bahwa zaman itu disebut zaman jahilliah karena mereka tidak kenal Allah sebagai pencipta langit dan bumi. Pendapat ini Al quran sendiri yang menjawab, Jika kamu bertanya kepada mereka (kafir) tentang siapakah yang menjadikan langit dan bumi, niscaya mereka menjawab Allah ( Luqman : 25)

Kalau begitu timbul pertanyaan kita, yakni jahiliah yang bagaimanakah yang dimaksud?  Jahiliah yang dimaksud menurut islam adalah apabila seseorang, masyarakat, bangsa, atau umat itu tahu bahwa alam ini milik Allah, tetapi tidak mau tunduk dan patuh perintah-Nya.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa apabila ada orang yang percaya kepada Allah, tetapi tidak mau tunduk dan patuh syariat-Nya maka orang tersebut adalah orang jahiliah. Begitu juga apabila berbentuk kelompok maka kelompok jahiliah.  Hal ini dapat kita buktikan dari fakta-fakta sejarah tentang adanya beberapa kebiasaan mereka pada waktu itu, diantranya :
Mereka itu menyembah berhala, yaitu selain Allah SWT.
Mereka membunuh bayi-bayi wanita yang baru lahir
Maksiat dan perzinaan merajalela
Homosex
Wanita-wanita telah hilang malunya

Sekarang marilah kita renungkan, apakah kejahilan itu sudah tidak ada lagi dizaman kita ini?  jika kita merasa bahwa hal tersebut masih ada di zaman kita ini, maka wajiblah bagi kita untuk memeranginya, dan bukan malah ikut menyemarakkannya.

Sabda nabi SAW,  jika kamu melihat kemungakaran, cegahlah dengan tanganmu, kalau tidak sanggup, maka cegahlah dengan mulut mu, kalau tidak sanggup, maka setidaknya hatimu tidak menyetujuinya.  Dan ketahuilah itulah selemah-lemahnya iman.

Agar kita tidak termasuk dalam golongan jahiliah, maka hendaklah kita menjadi orang yang cerdik.  Cerdik menurut pandangan islam adalah orang yang pandai menyelamatkan dirinya dari siksa neraka di akhirat nanti.  Untuk selanjutnya menyampaikan dan mengajak orang lain agar dapat sama-sama keluar dari kejahilan. Untuk menjadi panduan kepada kita rasulullah saw telah memberi tahu kepada kita bagaimana hendak menyembah Allah, bagaimana hendak membesarkan Allah, Firman Allah : tidak aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk beribdah kepadaku, Adz-dzariat 56.
Caranya telah ditunjukkan oleh Rasullah melalui wahyu dari Allah dan hadis-hadis.  Apa yang dikatakan oleh rasullah saw merupakan wahyu dan ilham dari Allah.  Firman Allah :tidaklah Rasulullah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan apa yang diwahyukan oleh Allah .  Jadi, ibadah atau konsep ibadah yang ditunjukkan oleh rasullah adalah luas. Ia bukan hanya menegakkan rukun iman dan islam saja, wirid dan zikir saja.  Menegakkan rukun islam dan rukun iman adalah perkara pokok dalam ajaran islam.  Ia menjadi tapak foundation dalam ajaran islam.  Manakala ibadah furuk atau ranting-ranting, cabang-cabang dalam ajaran islam paling banyak.  Ada berbentuk Fardhu kifayah, sunat muaakad, sunat ghairu muakad, kadang kadang berbentuk perkara perkara mubah.

Allah dan Rasul juga mau kita menjadikan perkara perkara mubah sebagai ibadah. Dari sekecil-kecil perkara hingga sebesar-besar perkara dapat di jadikan ibadah.  Berpakaian, berkeluarga, berekonomi, bermasyarakat dan sebagainya di jadikan sebagai ibadah.  Andai kata semua persoalan kita jadikan sebagai ibadah, hidup kita 24 jam dalam ibadah dan mengabdikan diri kepada Allah, kita tidak sia-siakan hidup kita dengan waktu yang Allah berikan untuk kita.

Tetapi, kalau kita hanya jadikan ibadah hanya pada perkara-perkara wajib saja selainnya tidak, inilah yang dikatakan kita menyia-nyiakan umur, kenapa?…karena ibadah wajib hanya beberapa menit saja, sedangkan ibadah furuk banyak.  Jadi bagaimana setiap usaha kita bisa dijadikan ibadah?…Yaitu harus menempuh 5 syarat :
1.  Niat harus betul.
2.  Perkara yang dilakukan syah menurut syariat
3.  Pelaksanaannya tidak melanggar syariat
4.  Natijah / hasilnya harus bermanfaat menurut syariat
5.  Tidak meninggalkan perkara Wajib ( rukun Iman & Islam )

Kadang-kadang usaha kita itu jatuh wajib, fardu kifayah, sunat muaakad, sunat ghairu muakad dan juga mubah.  Kita contohkan orang yang berdagang di warung kecil, bagaimana usaha itu bisa jadi ibadah dan dapat pahala ?
1. Niat harus betul, karena membangunkan fardu kifayah di kalangan penduduk islam
supaya orang islam tidak membeli barang dari orang bukan islam.
2. Perkara yang di buat (jualan-sah/halal) menurut syariat.
seperti beras, gula, kopi dan lain-lain.
3. Pelaksanaan harus betul, timbangan harus betul, jangan ada unsur-unsur riba.
4. Natijah/hasil harus betul, hasil dari keuntungan, sampai hasil keluarkan zakat, membantu fakir miskin,             untuk masjid dan lain-lain.
5. Jangan meninggalkan ibadah wajib.
Jangan pula karena ingin membangunkan fardu kifayah, fardhu ain di tinggalkan, tidak sembahyang, tidak puasa, tidak berzakat dan lain-lain. Karena fardhu ain lebih besar dari fardu kifayah. Meniggalkan fardu ain semua yag dilakukan tidak syah, tidak mendapat pahala di sisi Allah.

Jadi, jika warung ini menempuh 5 syarat akan jadi ibadah. 10 jam ia kendalikan warungn, 10 jam dia dalam ibadah kepada Allah, amal sholeh.  Jika pada waktu yang sama juga, seorang sahabat beritikaf di masjid 3 jam dengan sembahyang sunat 300 rakaat, baca alquran dan sebagainya.  Jadi pahala orang yang mempunyai warung itu lebih banyak dari ber iktikaf di masjid.  Sebab sahabat tadi hanya melakukan perkara sunat itupun untuk pribadinya saja. Sedangkan pemilik warung tadi melaksanakan fardhu kifayah untuk masyarakat, tenaganya ditumpah  pada orang banyak. inilah yang di katakan farduhu kifayah lebih besar daripada amalan sunat.  Dengan adanya fardu kifayah masyrakat tidak bernaung pada orang bukan islam. Rasulullah saw bersabda:sebaik-baiknya manusia, adalah manusia yang memberi manfaat kepada pada manusia lain .  Pemilik warung itu bukan saja dia dapat untung bahkan orang lain juga dapat untung darinya. Dia dapat dua untung , untung dunia dan untung akhirat. Di dunia dapat untung di bidang ekonomi, di akhirat Allah nilai dengan ibadah dan diberi pahala.

Contoh yang lain lagi, di bidang pelajaran.  Yang belajar, mengajar, mentadbir.  Haruslah menempuh 5 syarat untuk jadi ibadah.
1. Niat karena Allah, perintah Allah (wajib menuntut ilmu)
2. Perkara yang dia pelajari syah menurut syariat islam seperti fikih, tauhid, tasauf, ilmu  ilmu fardu ain, ilmu tekhnologi, ilmu alam, bahasa dan ilmu yang bermanfaat. Begitu juga fardu kifayah untuk keperluan umat islam, seperti membuat sepeda motor,kapal terbang dan lain lain.
3. Pelaksanaannya harus betul jangan bergaul dengan muda mudi tanpa batas.
4. Natijah / hasil, ilmu yang di peroleh itu di sumbangkan untuk islam, fardu kifayah untuk  masyarakat
5. Jangan meninggalkan yang Wajib.

Dia dapat dua untung. Untung di dunia dapat ilmu pengetahuan , untung di akhirat Allah beri pahala, surga. Kadang-kadang ilmu akhirat pun tidak dapat pahala sebab tidak menempuh 5 syarat. Bahkan sia sia  saja. Jadi, dapat kita kita pahami bahwa ibadah dengan kemajuan tidak terpisah.  Jika semua orang islam ini faham tentang ajaran islam dan dapat mengamalkanya, dia mampu membuat suatu perkara dapat dua untung, disamping ibadah juga kemajuan. Ibadah di beri  pahala oleh Allah.  Kemajuan yang di buat menaikkan taraf hidup umat islam.  Kemudian dapat kita pahami lagi kemajuan kebudayaan tamaddun itu adalah hasil atau buah daripada msyarakat islam membangunkan hukum.  Contohnya untuk menghasilkan pendidikan mesti ada sekolah. Jadi sekolah itu adalah kemajuan. Begitu juga kalau ingin menghasilkan roti harus ada pabriknya.  Jadi, pabrik itu merupakan kemajuan selepas kita bangunkan fardu kifayah.  Begitu juga dengan klinik rumah sakit merupakan kemajuan di bidang kesehatan.  Jadi klinik rumah sakit itu merupakan buah setelah kita menegakkan batangnya yaitu  fardu kifayah.  Jadi kemajuan di bidang apapun yang kita lahirkan adalah hasil dari membangunkan hukum.

Jadi akan tertolaklah tentang tuduhan terhadap islam, karena ada yang mengatakan, jika hendak maju dalam bidang apa pun hendaklah meninggalkan hukum-hukum Allah atau lakukan lebih kurang saja sudah cukup.  Bagi kita yang yakin jika umat islam ingin maju hendaklah bersungguh-sungguh membangunkan hukum, akan bertambah tertegaklah kemajuan umat islam.  Jika kita meninggalkkan hukum islam, maka akan mundurlah umat islam.  Sebab itu, jika umat islam ingin maju hendaklah membangunkan hukum islam sebanyak-banyaknya di bidang apa saja.

Mengapa kita lihat umat islam hari ini mengalami kemunduran ???..
Ini karena mereka tidak tahu menegakkan hukum.  Mana ada rumah sakit umat islam  (kalaupun ada sangat sedikit), mana industri umat islam, mana sekolah yang dibangunkan oleh umat islam?…dan sebagainya.  Kalaupun ada dalam pelaksanaannya sebagian ikut cara islam dan sebagian tidak ikut cara islam. Yang kita inginkan hasil umat islam, yang masyarakat lakukan. sebab fardu kifayah ini adalah tanggung jawab kepada semua orang.  Tidak memandang pemerintah atau rakyat.  Kadang-kadang ingin membeli alquran di mesjid pun terpaksa meminta sumbangan pihak lain, betapa lemahnya umat islam.  Jadi, jika kita tidak dapat melahirkan fardu kifayah di kalangan umat islam maka kita berdosa.  Jadi, barulah kita faham bahwa konsep ibadah dalam ajaran islam sangat luas.  Jika ditegakkan maka akan lahirlah kemajuan di tengah masyarakat islam.

Firman Allah : Tidak aku jadikan jin dan manusia itu, melainkan untuk beribadah kepadaku.Adz-dzariat : 56.

Jadi ibadah di sini selain kita membangunkan rukun iman islam, setiap gerak gerik kita hendaklah dijadikan ibadah kepada Allah dengan menempuh 5 syarat tadi.  Inilah hakikatnya seorang hamba kepada Allah swt.

:: Pengantar Fardhu ‘Ain ::
Oleh: Ust. ‘Athoillah al Palimbani

Agar Surga Terbuka Pintunya

Ilustrasi

Ilustrasi

Pada suatu hari Fatimah bertanya kepada Rasulullah, siapakah perempuan yang bakal masuk surga pertama kali. Ia menjawab, seorang wanita yang bernama Mutiah. Fatimah terkejut, ternyata bukan dia seperti yang dibayangkannya. Mengapa orang lain, padahal dia adalah putri Nabi?

Karena itu timbul keinginannya untuk mengetahui siapakah Mutiah itu. Apakah gerangan yang diperbuatnya sampai mendapat penghormatan begitu tinggi?

Sesudah meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abu Talib, Fatimah berangkat mencari rumah Mutiah. Putranya yang masih kecil, Hasan, menangis ingin ikut. Maka digandengnya Hasan.

Tiba di muka rumah Mutiah, Fatimah mengetuk pintu dan memberi salam, “Assalamualaikum…!”

“Alaikumussalam! Siapa di luar?” terdengar jawaban yang lemah lembut dari dalam. Suaranya cerah dan merdu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah.“

“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini. Fatimah sudi berkunjung ke gubuk saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Kali ini nyata lebih gembira lagi, dan makin dekat dengan pintu. “Sendirian, Fatimah?” Continue reading

Isim Maushul (اِسْم مَوْصُوْل)

Isim Maushul (Kata Sambung) adalah Isim yang berfungsi untuk menghubungkan atau menggabungkan beberapa kalimat atau pokok pikiran menjadi satu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, Kata Sambung ini biasanya diwakili dengan kata: “yang”.

Bentuk asal/dasar dari Isim Maushul adalah: الَّذِيْ (=yang).

Isim Maushulcontoh tunggal:
جاء الطالب /– datang seorang murid
الطالب يدرس الفقه – seorang murid belajar fiqih

Maka penggabungannya menjadi جاء الطالب الَّذِيْ يدرس الفقه – datang seorang murid yang belajar fiqih

Continue reading

Isim Isyarah (اِسْم إِشَارَة)

ArabicPada pembahasan sebelumnya, penulis sudah menyampaikan penggolongan isim (إسم) berdasarkan jenis kelamin (mudzakkar dan muannats), jumlah (mufrad, mutsanna, dan jamak), maupun kata ganti. Untuk artikel kali ini, penulis akan menyampaikan jenis isim yang lain, yaitu isim isyarah (اِسْم إِشَارَة).

Isim isyarah atau kata tunjuk pada dasarnya ada 2 (dua) macam, yaitu:

  1. هَذَا (ini) untuk menunjuk yang dekat. Contoh: هَذَا كِتَابٌ (ini sebuah buku)
  2. ذَلِكَ (itu) untuk menunjuk yang jauh. Contoh: ذَلِكَ كِتَابٌ (itu sebuah buku)

Kedua isim di atas digunakan saat menunjuk isim mudzakkar dengan jumlah mufrad (satu). Sedangkan apabila isim yang ditunjukkan adalah mufrad muannats, maka: Continue reading

Benarkah Kita Harus Kembali pada Quran dan Hadits?

Tulisan ini dibuat karena teringat akan Ustadz ‘Athoillah al Palimbani, beberapa waktu lalu saat berkunjung ke Jakarta.

Ustadz ‘Athoillah (A): “Humam, tentunya kamu sering mendengar seruan ‘Kita harus kembali kepada Quran dan Hadits. Kalau tidak, maka kita akan tersesat.’ Menurut kamu bagaimana? Apa maksud dari seruan itu?”

Penulis (P): “Betul dong kita harus kembali kepada Quran dan Hadits. Kembali kepada Quran dan Sunnah kan berarti segala sesuatunya merujuk kepada Quran dan Hadits.”

A: “Sekarang pertanyaannya begini. صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. Sholatlah kalian seperti kamu melihat aku (Rasulullah) sholat. Disebabkan seruan untuk kembali kepada Quran dan Hadits, lalu ada orang yang berpendapat bahwa sholat itu tidak wajib atas dirinya karena dia tidak melihat Rasul sholat.”

P: “Wah ya kalo diartikan seperti itu ya salah”

A: “Lah kan tadi seruannya kembali kepada Quran dan Hadits”.

Continue reading

Dalil Tentang Cap Kenabian

عَنْ سِمَاكٍ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ سَمُرَةَ قَالَ: رَأَيْتُ خَاتَمًا فِى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ ص، كَاَنَّهُ بَيْضَةُ حَمَامٍ. مسلم 4: 1823

Dari Simak, dia berkata : Aku mendengar Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Aku pernah melihat cap (tanda kenabian) pada punggung Rasulullah SAW bagaikan telur burung merpati”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1823]

Stempel Nabiعَنِ اْلجَعْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ قَالَ: سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيْدَ يَقُوْلُ: ذَهَبَتْ بِى خَالَتِى اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ ابْنَ اُخْتِى وَجِعٌ. فَمَسَحَ رَأْسِى وَ دَعَا لِى بِاْلبَرَكَةِ. ثُمَّ تَوَضَّأَ فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوْئِهِ ثُمَّ قُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ فَنَظَرْتُ اِلَى خَاتَمِهِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ مِثْلِ زِرّ ْالحَجَلَةِ. مسلم 4: 1823

Dari Ja’d bin ‘Abdurrahman, ia berkata : Aku mendengar Saib bin Yazid berkata : Bibiku pernah menemui Rasulullah SAW bersamaku. Bibiku berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya keponakanku ini sedang sakit”. Lalu aku melihat beliau mengusap kepalaku dan mendoakan aku supaya mendapat berkah. Setelah itu beliau berwudlu. Dan aku meminum dari sisa air wudlunya. Kemudian aku berdiri di belakang beliau, maka aku melihat ada sebuah cap (tanda kenabian) diantara kedua belikat beliau seperti telur burung merpati”. [HR Muslim juz 4, hal. 1823] Continue reading